Blogger Widgets

Selasa, 18 Maret 2014

Tugas 4 : Hasil Resume Label "Jender" Yang Ada Pada Blog rupasenirupa@blogspot.com



Bicara Seni Rupa Tanpa Rasa Beda
Posts With Label Jender

Oleh

Jajang Suryana

SENIRUPAWATI BALI (RESUME)

Oleh

Ni Gusti Ayu Kade Sari Astuti


Para ahli perempuan membagi ruang gerak perempuan dalam dua lokasi yakni ruang publik dan ruang domestik.  Ruang publik mengacu pada ruang luas yang menyediakan aneka bentuk persitindakan dengan orang banyak. Ruang publik bisa juga diartikan sebagai ruang prestise, ruang kehormatan atau ruang pamer.
Namun, para perempuan jarang diberi tampil dalam ruang publik ini karena adanya anggapan bahwa perempuan cukup dirumah saja, memasak dan mengurusi urusan rumah tangga, dan laki-laki lah yang harus pergi ke ruang publik untuk bekerja, mencari uang. Karenanya, perempuan cukup diberi kesempatan untuk tampil di rumah, mengurus rumah tangga saja, yang sering diistilahkan dengan ruang domestik alias ruang “sumpek”.
Menampik anggapan diatas, tak jarang sekarang ini perempuan bali banyak terlibat dalam kegiatan kesenirupaan. Dalam sejumlah kasus, mereka menyelamatkan sumber keuangan keluarga. Satu contoh yang terjadi di desa seni Beratan, Kabupaten Buleleng, Bali Utara. Kegiatan menggarap perak, terutama mengolah bentuk-bentuk hiasan seperti cincin, gelang, kalung, dan anting-anting, beberapa di antaranya mulai digarap perempuan. Sebut saja mereka itu senirupawati, karena mereka adalah penggubah karya-karya seni rupa.
Mereka merasa bertanggung jawab penuh untuk melanjutkan kegiatan seni kriya perak yang mulai banyak ditinggalkan para laki-lakinya. Sehingga, karena tangan lembut para senirupawat tersebut, beberapa art shop di Desa Beratan masih bisa hidup campur

JENDER DAN JENDER

Di Bali ada sejumlah kegiatan seni rupa yang dianggap milik kaum perempuan. Sebagai contoh, menenun adalah milik perempuan. Di Desa Jineng Dalem, masih di kawasan Kabupaten Buleleng, ada kepercayaan yang masih dipelihara oleh para perempuan bahwa "jika perempuan Jineng Dalem tak bisa nyongket, perempuan itu tak bakal masuk nirwana". Sebuah upaya pewarisan dan pemertahanan sikap yang dianggap membedakan peran jender.
Perempuan selalu dianggap memiliki kelebihan dalam ketelatenan, kehalusan rasa, dan keapikan, kemudian ditempatkan sebagai penggarap bagian finishing benda-benda seni rupa. Di Desa Tegallalang, Ubud, misalnya, dalam kegiatan pembuatan patung-patung kayu, para perempuan ditempatkan sebagai pengampelas, pemelitur, atau jenis kegiatan finishing lainnya.
Secara jender, senirupawati Bali adalah pelaku utama dalam kegiatan-kegiatan menenun, membordir, menganyam bilah bambu untuk membuat sokasi (sejenis bakul nasi atau tempat sajen), membuat gerabah, sekadar memelitur perkakas, atau terutama mabanten (menyiapkan banten, sajen). Namun, tak jarang dari mereka yang mempunyai kesibukan ganda yakni selain mengurus keperluan keluarga mereka juga mencari nafkah tambahan, masih harus menyelesaikan tugas adat.
Hasil penelitian di daerah Buleleng dan Gianyar (Jajang dan Widnyana, 2001) menunjukkan bahwa kualitas keterlibatan para perempuan Bali dalam kegiatan bidang kesenirupaan lebih banyak sebatas pelaksana kegiatan (58%). Dengan  32 % sebagai pelaku utama (perancang kegiatan, pelaksana, maupun pemasar), dan sisanya berturut-turut sebagai pemasar, buruh, dan pemilik modal.
Para lelaki Bali beranggapan bahwa keberadaan para perempuan di bidang kesenirupaan adalah sebagai mitra yang sangat menguntungkan ekonomi keluarga. Ciri jender telaten, sabar, halus, dan tekun yang telah dilekatkan kepada perempuan ditunjuk sebagai salah satu pilihan mengapa para perempuan Bali, para senirupawati Bali, masih ditempatkan sebagai pemberi sentuhan terakhir dalam pengerjaan benda-benda seni rupa.
Senirupawati Bali yang bergerak di ruang publik, walau jumlahnya sangat sedikit, baru mengusung kegiatan bidang seni lukis. Dengan tampilnya senirupawati di ruang publik di antara para pelukis "penguasa" ruang publik, dengan tampilan yang sangat berbeda. Dan, sentuhan perempuan ternyata bisa menghadirkan kelainan yang cukup memukau publik penikmat seni rupa.

PENDIDIKAN

Para perempuan Bali, memang masih malu-malu untuk tampil di ruang publik seni rupa. Padahal di ruang publik seni lainnya, begitu banyak di antara mereka yang telah meraih keberhasilan.
Perempuan Bali yang bersekolah di lembaga pendidikan seni rupa bisa dihitung dengan jari. Sementara yang berharap bisa memilih bidang pariwisata, atau bidang yang terkait dengan pariwisata, misalnya bidang studi bahasa Inggris, sangat banyak jumlahnya.
Padahal, kekayaan Bali adalah kesenian, terutama seni tari, seni rupa, dan seni musik. Sementara di sekolah seni rupa, pun lebih banyak cerita tentang seni rupa Barat. Dan, dalam seni rupa Barat, para perempuan adalah pelaku seni rupa yang sangat tidak diperhitungkan keberadaannya dan sangat jarang terlihat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar